Guruku Ketika aku kecil dan menjadi muridnya Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar Ketika aku besar dan menjadi pintar Kulihat dia begitu kecil dan lugu Aku menghargainya dulu Karena tak tahu harga guru Ataukah kini aku tak tahu Menghargai guru? 1987. Puisi: Guruku. Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)
Selanjutnyadi tahun 1999 terbit juga karya tafsir dengan metode aksara Jawi (Arab Pegon) sebagai media penulisannya yakni Tafsir al-Ubairiz fi Tafsiri Gharaib Al-Quran al-'Aziz karya KH. Mustofa Bisri, di mana merupakan putra dari KH. Bisri Mustofa. Pada pembahasan kali ini kita akan mengulas biografi KH. Mustofa Bisri. Sebuah Biografi. KH.
Pesan pak natsir - PerjuanganHallo sobatCerita , Terimakasih sudah mendengarkan. Salam sehat dan bahagia 😊Apr 27, 20220322Fajar merah - Kebenaran Akan Terus Hidup COVER Menyanyikan sebuah lagu, bersama semacamcerita.. Jan 23, 20220408Memaknai setiap jalan kehidupan - opini Tulisan yang dibuat dengan penuh kesadaran, semoga membawa gairah semangat baru untuk kita kaum muda!Jan 23, 20220252Siapa sebenarnya Paulo Freire? Kita akan mencari tahu seorang tokoh pendidikan, dia adalah Paulo 05, 20210608Cover lagu Bernyanyi adalah kehidupan. Bahagia, sedih semua menyatu dalam nyanyian. Aug 24, 20210846Ngobrol ngalor ngidul perihal keindahanObrolan menjelang senja, biasanya semakin melupakan apa yang di obrolkan, karena fokus pada keindahan senjaAug 06, 20211750Puisi karya Gus Mus - Negeriku Episode kali ini kami membacakan puisi karya Kh mustofa bisri atau yang akrab dengan panggilan Gus mus, mari dengarkan dan resapi. Salam indonesia! Oct 27, 20200223Aku bicara perihal cinta - kahlil gibranKali ini kami membacakan puisi karya kahlil gibran, Selamat mendengarkan. Salam cinta ! Oct 19, 20200528Tuhan Memang Maha AsyikKami Membacakan sekapur sirih apresiasi oleh Haidar bagir atas buku Tuhan maha asik 2 karya sujiwo tejo dan alm. Buya kamba. Alfatihah.. Terimakasih dan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam berkata, salam cinta. Oct 15, 20200729Cover lagu - Menepi Hiburan dulu broo.. Mari dengarkan dengan penuh kehatian.. Hampura Oct 11, 20200331Aug 27, 20200421"Tuhan itu tak ada!," Kata Tukang Cukur Humor sufi Pada segmen ini kami membacakan kisah dari Rubril humor sufi . semoga ada manfaatnya, Selamat mendengarkan dan Terimakasih.. *seusai potong rambut itu,Jun 09, 20200419Cerpen joko pinurbo - Bayi di Dalam Kulkas 7Pada segmen ini kami membacakan cerpen karya joko pinurbo bayi di dalam kulkas ... Selamat mendengarkan dan Terimakasih.. Jun 08, 20200158Puisi karya Gus Mus - Aku masih sangat hafal nyanyian itu 6Pada segmen ini kami membacakan puisi karya a mustofa bisri gus mus selamat mendengarkan dan Terimakasih.. Jun 07, 20200412Jun 06, 20200141Jun 04, 20200148Jun 04, 20200252Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana - Gus Mus 3Puisi karya kh. Ahmad mustofa bisri Gus mus .. Selamat menikmatiJun 02, 20200430Puisi karya joko pinurbo Segmen ini kami membacakan 2 puisi dari joko pinurbo yaitu tengah malam dan kisah senja. Mari bercerita bersama 01, 20200418Sebuah Kisah Senyuman Segmen pertama ini kami ingin berbagi kisah yang mungkin pernah kita rasakan, namun terkadang lupa untuk diabadikan. Nahh, disini kami mengabadikan kisah setiap kehidupan dengan tujuan untuk kasih 31, 20200341
Kutipanpuisi diatas terlihat jelas A Mustofa Bisri juga sangat sadar dengan memberikan efek lebih tajam pada kritik sosial yang dikandungnya. Kami lirik berubah menjadi objek seorang rakyat yang meminta maaf pada pemimipinnya, namun kemudian dirubah pada bait selanjutnya kami lirik menjadi objek seorang pemimpin yang meminta maaf kepada rakyatnya. Ini merupakan suatu kritik sosial yang eleganJumat, 24 Februari 2017 0955 WIB Oleh KH A Mustofa Bisrimana ada negeri sesubur negeriku?sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagungtapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedungperabot-perabot orang kaya diduniadan burung-burung indah piaraan merekaberasal dari hutankuikan-ikan pilihan yang mereka santapbermula dari lautkuemas dan perak perhiasan merekadigali dari tambangkuair bersih yang mereka minumbersumber dari keringatkumana ada negeri sekaya negeriku?majikan-majikan bangsakumemiliki buruh-buruh mancanegarabrankas-brankas ternama di mana-manamenyimpan harta-hartakunegeriku menumbuhkan konglomeratdan mengikis habis kaum melaratrata-rata pemimpin negerikudan handai taulannyaterkaya di duniamana ada negeri semakmur negerikupenganggur-penganggur diberi perumahangaji dan pensiun setiap bulanrakyat-rakyat kecil menyumbangnegara tanpa imbalanrampok-rampok dibri rekomendasidengan kop sakti instansimaling-maling diberi konsesitikus dan kucingdengan asyik berkolusi AnalisisUnsur Batin Puisi yang Berjudul "Negeriku" Karya Mustofa Bisri Anisa, Nurul (Unknown) Article Info. Publish Date 11 Feb 2022. Abstract Many literary works have been born from the ideas and thoughts of a K.H Mustofa Bisri. One of his literary works in the characteristic poetry of his poetry is known for its sharp and flicked
DITANAH ANARKI Hati menggebu, berdebar, hilang arah Jiwaku disisi, ditanah air asing Memeras keringat memacu peluh, Di jendela angan Berdiriku peratapi Di cabang widuri Memandang sangsaka bertiang bambu Berkibar tak kembang Menjulang tak terbang Ada lelah di tiang kemajuan Ada janji tak pernah tepat terucap lisan Makmur dan sejahtera bagi rakyat hanya bias semata Aku “asing” ditanah air ku Artikulasi tak berisi Bendera berkibar tanpa tiang Ucap di balik segelas kopi Tak mengantarkanku pada kemerdekaan Merdeka itu bebas Dan bebas itu berkarya Dirgahayu 71 Indonesia-ku Taba Saling, Bengkulu. 17 Agustus 2016 - Bida-dari Dunia Di tikam kecantikan Sayap 'bidadari’ dunia Lentik balutan sutra pada "rusuknya” Jeruji aurat menerpa tiada henti Ku tunjuk satu Mewakilkan ketaqwaan, pengabdian balutan kasih sempurna Antara Mahabbah Rabb Dan ruas rusuk-ku Bengkulu, 02 Februari 2017 - Termenung Aku Di bawah alam sadar Ijinkan hening keluh hati Supaya duka luka Tiada memecah sunyi malam Menggelegar hambar kebenak sang rahman Cerita bisu Tiada benar-benar tahu, Aku Hati bersenada Naskah luka Terlihat tiada tanya Bengkulu, 06 Februari 2017 - Lelahku Bolehkah beristirahat Memangku dagu di bahu tegar Sudikah mendongeng Masa muda-Mu kekar membatu Maukah menebar bibit mimpi Di benakku rapuh, gusar Maukah Maukah, ayah??? Bengkulu, 18 Maret 2017 - Balada Insomnia I Taukah? Jatuh cinta jadikan dewasa Mengalun merebak di telinga Menuntun hati kokoh mandiri Bisa apa? Ketika hati terketuk cinta Menjalar nadi mendarah daging Tanpa cinta Tak mengenal rasa Salah cinta, bisa apa? Hidup tidur di kegelapan Membuat tak nyaman Terbelalak mentari Tak jua jatuh hati Sukar, Tak berdaya, Juga monoton Hadir cinta hati nyaman Pun segalanya Di kegelapan memandang dan berjalan, Di bawah terik tersisih bernaung Bak embun di tengah gurun Sekian terjemahan Cinta mampu membaca hati Bengkulu, 07 April 2017 - Hakekat Cinta Suci Bawa aku jatuh cinta lagi, Pada siapapun Yang mencintai tuhannya Kepada siapa saja Yang menduakan Cintaku demi rabbi Atau jauhkan aku Demi seutas mahabbah maha rahman Bengkulu, 21 April 2017 - Maaf Tuhan, Aku Sedang Sibuk I Tuhan, Meninggalkan mu siang malam Bukan niat melalaikan Cukup bagiku Melihatmu dari sisi manapun Yang ku mau Sejauh ini Tak sedikit menemukan Kecintaan abadi pada dunia Sampai tertuju padamu Sampai nasehat tiba kepadaku Semesta Tergambar Sempurna mu Bisikan tauhid yang usang Hadir pada duniawi Semena-mena mencintai Semua jadi ruh Sujud mengagungkan mu Tuhan, Hambakan aku Jadi jalan keridhaan mu Bengkulu, 24 April 2017 - Samar Rapuh kelopak mawar Di dera ombak deras Lembut belai embun Menyibak relung hati Menahan diri di terpa senja Sang mawar bersua menyambutku Bersama mahkota esok Tenang hamparan samudera Camar bernyanyi Hambar menyikapi sepi Dingin angin menepis Lekang hening, hadir memapah sayu Sepi Sunyi Berteman intonasi pagi Derup sayu mentari Bengkulu, 29 Mei 2017 - Kelana Tapaki jalan hidup Akrab bumi denganku Ada logat yang tak ku lupa Pada siang, malam berganti Ahhh, ku duga Dia menganulir kenyamanan, Rasa terbangun, benak belaka Diam, Bisikan kedigdayaan fana Andai rupa ku rubah, Bagai burung terbang bebas Arungi laut lepas Susuri langit tanpa pamit Dengan pongah Kepak sayap mengibas badai, Menyapu, menyapa dunia Lewat dan istirahat Bukan karna aku khalifah alam Bergerak Berbisik Dan Melupa Argajaya, 05 juli 2017, AuRora - Kontribusi Alus Sejak meninggi sang surya Ia membelaiku Mendekap hangat Sekat dinding atmosfire Lantang menyapu bulir sayapku Enggan luput Malu menatap terik Ia mulai turun setengah hasta Melirik tumpah rasa Menjulang curam di bibir pantai Ikat janji esok hari Berbisik Enggan tinggal sendiri Di jamah waktu, Di rengkuh malang gulita Ku balas tatap-nya "Yang menemani; Bukan menggantikanmu" Rona rembulan walimu Anyam mimpi hingga kembali Usah risau, Meski bersimpang Ingat janji ku, "Kita seumur, tertatih di buaian Kau menimang semat kasihmu Berujar halus tak ku lupa" Sudahlah Takan pergi tanpamu Bermimpi sendiri, Menjaga halusinasi Tak sedetik waktu Mencegah maju Kau tau "Aku ingin hidup seribu tahun lagi" Bengkulu, 26 Juli 2017 - Lentera Di tepi Malam Tiada sapa Malam takut rembulan cemburu Di sela pekat kabut, meronta, malu, Ragu berujar waktu Malam diam melangkah Cahaya henti di pembaringan Gusar, Kalut sampai larut Embun membalut lembut Lentera menyerangai Pada jiwa khidmat Tersirat Angin hembuskan rindu Mesra mengoyak luka Kelabuhi rasa sampai bias Anyam kemesraan Bengkulu, 31 Juli 2017 - Di Atas Hutan Mangrove Berdua melirik alam Tersemai menjulang semampai Hias rantai rawa, tepian dangkal Sambut biduk lalu lalang Memecah riak ombak sungai Ku tulis, memandang Rimbun semilir daun melambai Tersenyum mencibir Cemburu malu kutanya padanya Kutatap celah langit Rimbunan pohon bakau Enggan aku pulang Kampung Bahari, 06 Agustus 2017 - Jiwa Para Veteran Gersang menepi selepas purnama Jiwa-jiwa kuat di restui tuhannya Sontak gemuruh “Ingin hidup seratus tahun lagi” Meminta tuhan Melalui kapas-kapas doa Kenang merdeka tanpa duka Bengkulu, 13 Oktober 2017 “Selamat hari veteran mengenang jasa para veteran doa terbaik untuk pahlawan Indonesia” - Cumbui Aku Cumbui aku lewat duka Lewat lepuh luka Lewat gelap gulita Lewat dingin gemetar Cumbui aku sesukamu fatamorgana Aku takut hilang waktu Aku takut sepi Aku,...arghhhh Tak ku genggam Ku sentuh Merangkul mu Tapi Rasa yang ku utarakan tak bicara cara Ku kutip tahun lalu Lipat lembar baru Ku tutup bingkai harap bersamamu Monalisa, Ku berpuisi dengan nurani Sampaikan fatamorgana Utarakan cinta padamu Bengkulu, 22 Agustus 2017 - Daku Duka Dunia Daku tersenyum sinis Melihat hampar metamorfosa Alam, insan, kekerasan Abu tebal menguntit udara segar Asam sulfat mengais pilu Polusi, debu merongrong ruh Perlahan Daku terusir oleh mu… Juga dia Satu persatu Plastik, Sampah, polusi Mendaging pada alam Akrab semesta terlantar tanpa ampun, Daku menanamkan duka Untuk cucu-cucu terCinta Tapak Paderi, 27 Agustus 2017 - Selaput Sastra Dini hari Tidur bermimpi Meredam lelah Membungkam gelisah Telisik secerca prosa Yang menyajikan cinta Lampiaskan nafsu bijaksana Menggelora di celah kata-kata Metafora tersaji Di batas mimpi Menuang ide Rima menjadi mimpi Klausa menjadi mimpi Lalu, Ku tulis absurd Ataukah,? Diam, hening mengendap… Bengkulu , 04 September 2017 - Metafora Semesta Halusinasi Tatap lukis alam Menderai di atas kalbu nirmala-nya Terkikis lahan hujat Memandang langit Lafas Khas tulisan Kalam Cipta Tuhan bernaung ilham Sungguh, Jiwa tentram tertanam fasih Bawa hamba Cinta, memuja, membaca Muhabbah maha rahman Tiada luka hamba Tiada kira Patuh bertakwa.... Bengkulu, 07 September 2017 - Dera Hujan Dirumah Dosen Mulai khawatir Duduk di sini di tepi garasi Pandang langit alam Menggelegarkan halilintar Berteduh diri dari kuyup Menunggu terbukanya pintu itu Aku terusik Suara nyaring bising Sedang waktu terus menyusut Ku coba rebah di tepian kolam Ku lihat ikan kegirangan Air curah mengalir Buat seisi kolam segar terpana Satu jam kami berpangku dagu Di garasi rumah singgah menunggu Ya, belum juga terbuka Gelisah ku pandang awan Kian gelap hujan merangkak Tak ada tanda akan terbukanya pintu Masih menunggu Ada harap tak terlewat Dari seorang yang di damba Bengkulu, 09 september 2017 - Tak Dapat Tidur Tak dapat tidur malam ini Bersarung kain tak nyenyak Di sapa deraipun terusik Nyamuk hinggap kesana kemari Tanpa risau hati menyakiti Sedang ku enggan menemani Ia makin tak tau diri Ku tarik kain tertutup sekujur tubuh Melilit kantuk menggapai subuh Namun daya selemah resah Tak tertahan melawan gundah Nyamukpun riang membuatku keluh Aku bergegas bangun telusuri gelap Sembari meradang dendam Ku cari denging sesumbarnya Tepiskan telapak dengan beringas Akhirnya, terbayarkan caraku mendengkur Bengkulu,10 September 2017 - Risau Tiada bintang malam Memandang sepi menyakiti Semakin pekat Tersandar dinding sejarah Tuang penat Tak tau kepada siapa mengadu Aku rindu teman cerita Letih berpetualang Perjuangkan selembar diploma Sibuk mengukur garis cita~cita Bertiga, kita saling mengadu rasa Menuang retorika Mencaci definisi hidup, luka Sesekali Ingin ku depak bosan dari kamar malamku Bersamamu kawan Tentang sastra, tata bahasa Linguistik, jurnalistik Tentang kisah semalam Kala aku sendiri tanpa kalian Terbayang renggang Di tengah kota Di sudut hingar-bingar tersisih sepi Tiada hari tuk menepi bersamamu lagi, kawan Malam Bermimpi Halusinasi kasar Tertatih beriringan Cerita komplikasi Tentang semesta Tentang orang malam kesepian Bengkulu, 13 september 2017 - Pelabuhan lama Tempat kapal Inggris berlabuh Tinggal lumut-karang tumbuh Pasir kian menjulang dangkal Sengkal jala menjulang Pemancing asik mengumpan harap Bermain dengan ikan kecil Camar mendayu-dayu Mengintari pelabuhan tua Tak lagi di jamah perahu raya Tinggal sisa cerita leluhur masa Berharap tak terkikis waktu Anak tau cerita ibu Berdua di tepi paderi bersua Tapak Paderi, 14 September 2017 - Seribu Tanya Pasir bergeming Panas gusar Daun rebah Tanah menguap Berjalan Merangkak Berbincang Bergumam Tatap tengadah Dengan raut pinga Tak bergeming Laksana luruh perang Bertanya dalam singkat "Aku menemukan Tuhan?" Bengkulu, 18 september 2017 - Dawai-dawai Laut Duduk di atas biduk Terombang-ambing angin laut Berlayar hanyut Tiada camar lalu lalang Yaa, Hanya aku dan senja Muak terperangah Enggan tatap kembali Susuri gang di laut kekang Lepas samudera Tiada pohon tumbang Semai pencakar langit, Polusi, limbah sampah yang gerah dan tak ada yang aku bayangkan Tak lagi terlihat Titik kecil laut menyangkal Membelaku dengan satu alasan Darat tak lagi bersahabat Laut, ombak berdebur nyaring Membawa ku di tengah karam karang Ikan, udang melihatku berderai Pongah Ramah seirama Bengkulu 29 september 2017 - Senja I Lagi-lagi ku temukan ia, sayang... Camar dan gelombang Sayap Tuhan yang tak bimbang Alam, cinta, separuh karya semesta Ada bayang jingga di ukir senja Melambai mahsyur mentari tenggelam Aku, menemukanmu lagi, sayang... Bengkulu 02 Oktober - Purnama di Langit-langit Kelu Masih ingin ku pandang sampai pagi Caya-Mu redup di terpa bayang Sampai waktu hadir ku terpejam Dawai awan merentang kelam Meski lusa tak purnama Malam hilang ku tunggu Kau tetap lah rentetan rindu-Ku Bengkulu, 05 Oktober 2017 - Oktober Kasmaran Jatuh cinta Aku direngkuh asa Musim hujan gusar Rentetan rintik mencerca Aku diam Takut tersinggung hapus langkah-ku Ku biarkan ia lewat di halaman rumah Melompati pagar-pagar bambu Gemericik bersaing denting waktu Ku intip di balik kaca basah berembun Teduh runduk di bawah mentari Sibak berujar pada siang Ia malu bergelut dengan musim Sedang aku, gamang di resap dingin Aku tertawa Oktober hadir menuntun dewasa Asmara jatuh hati pada hawa Bayang senyum mu lewat Berhalusinasi Diam, menunggu hujan kembali merdu Hati berandai lihai Dawai bersua, bernyanyi Aku merah layu tak pandai merayu Tangan tersekap dibalik rindu Mulai gusar ku melangkah Tuhan memberi berkah Di sela doa Aku sempatkan meminta restu... 15 Oktober 2017 - Senjakala Ku duduk di sini Berdua dengan mu menanti Senja akan pergi Bersetubuh pada bumi Ingin ku dulang lautan Agar tak lagi menghalang Senja yang kian karam Menikmati jingga Yang pudar di terpa biru lautan 20 Oktober 2017 - Balada Ratu Samban Beberapa kali melintasimu Kau jemu layu Santai, nongkrong, main wifi dan lalu lalang Kisah haru dariku berlabuh Kian keras di bawah teras langit Abu-abu warnamu sembilu Berdebu dan lesu Prasangka ku begitu menggebu Tak lagi bersandar Dan menyisakan sapa biasa Apa aku, mulai jatuh hati pada ratu lainnya? Ratu Samban Bengkulu, 27 Oktober 2017 - Bayang Malam Aku tak tahu siapa tuan Hanya saja tuan melirik tajam Kesana kemari tuan menguntit Aku bertanya tuan diam tak karuan Aku berlari dan diam tuan setia Tuan, Silahkan duluan!! tuan segan Tuan siapa? tanyaku, Timpalnya kaku Baik jika tak ada jawaban dari tuan Kita, Antara lentera malam yang curiga Kalau begitu padamkan saja cahayanya Pettth.., Ia makin kuasa Bengkulu, 28 Oktober 2018-02-27 - Tak Mau Tua Metafora Berujar pada fajar Pohon di sekeliling rengkuh Mentari sebentar lagi terbit Merekah sumringah Susuri jejak trotoar Saksi pejalan kaki terlupakan Alih rupiah tak elak Hingar-bingar layar petuah Alih fungsi pasar dadakan Warna langit sedikit abu Kian rindu pada ibu Menyandera asap, mendera sesap Penyapu jalan sedikit mendikte Marah pada dedaunan gugur Tukang parkir mangkir Mobil berjajar di trotoar kami Siswa-siswi lari mengejar bel Alih-alih ria Tanya pada tetua bijaksana Guru-guru kelu Bosan memberi ilmu Apa daya saku tak mau 08 November 2017 - Senjang Sudut luka Mulai akrab pada malam Sendiri rebah, Tatap langit-langit kamar Bersua pada rindu Dulu Sudut sepi Luka lama mendera Hati tumpah sayu Darah di sela arteri Henti berdenyut beku Tersedu mengingatmu Pilu, hening Kaku menemaniku Berbisik dawaikan larik Parau mendayu Sigap menahan lelap Menepis doa terucap Mimpi manis kalap Ingkar Pagi menyapa duka Embun melepas fajar Aku tetaplah kawan lukamu Tertatih Membekas 08 November 2017 - Menderap Pertiwi Kita lupa Pada minoritas di atas kertas Yang berdaya membela negara Karna anak cucunya Kita lupa pada waktu Mereka, Yang mengais sampah Menyapu jalanan Jajakan koran di bibir harap Mengamen, berjibaku pada siang Adalah minoritas yang berjuang Bukan berkolusi Lewat berkas bisu Atau kuasa jas abu-abu,, Bukanlah kita Intelek berdalih resparasi bangsa Demi kepentingan perut Kita, adalah mereka yang lapar Tanpa peduli pada pertiwi Sampai kapan kita setia Pada janji berbangsa, sila keempat Pada Tuhan yang adil bijaksana Jiwa-jiwa pahlawan Terlupa politisasi jangka rentan Sampai kapan? Kita bebas Berdemokrasi,, Sampai layukah Indonesia??? 12 November Masa Milenial - Kala Sendiri Langkah gontai lunglai Kesah terberai Mata-mata tawakal Tak menyuruhku diam Bibir-bibir mungil Menyayat telinga Timur fajar Hingga barat senja Serak menjagal malam Angin sanggah sepoy nyamanku Kelu panas mentari Di dera badai nirwana Aku ingin di persanda Oleh jiwa-jiwa khidmat Agar pongah tak lagi gemulai Walau riak badai melandai 18 November 2017 - "Aku Bukan Aku" Kata Buku Buku-buku di sampingku meronta Bosan terus ku dikte Ku peluk mesra kala rebah Menggeliat ingin lepas di bibir pantai Kamuflase pada rindu Berujar pada senja sore Aku bersikukuh, dekap tak mau lepas Satu kata menyiangiku seharian Satu paragraf pertama aku lunglai gelisah Satu lembar kemudian, berderai jadi puing "Oh, Andai tiada facebook Aku kian manja kau baca Coba tak ada wa, bbm, line, pun lain Aku sendu menanti mu kembali " Katanya dalam bait "Kapanpun kawan Aku tulus memberi jalan, Menitah sampai senja, Merangkul hingga renta, Bahkan bertengger di nisan mu Aku malu-malu mendekapmu mesra Percayakan aksara yang tumpul gurauan Ajarkan hening Bijaksana layaknya padi itu Isyarat batu yang tabah Umur jadi ukur, Kita berjarak satu hasta, saj Curhatmu tentang ku pada arloji Bengkulu, 03 Desember 2017 - Tuhan Dirinya Sendiri Suatu ketika Aku duduk menatap langit Tak ada Tuhan, Memandang laut lepas Tak ada Tuhan, Sampai di tengah-tengah gurun Tak ada Tuhan. Ku putuskan sekali lagi melihat hutan di negeriku... Wahh!! Ku lihat banyak sekali manusia Menjadi Tuhan untuk dirinya sendiri Merambah hutan, Mendirikan tambang, Bakar buka lahan, Menggunduli ke-esaan manusia 12 Desember 2017 - Rotasi Waktu Berjalan aku di sumbu waktu Rentan Enggan pergi dari ruang lingkar Berkumpul Kita diam di atas jejak Monoton Kaku mengeja siang malam Berunding Kaku dalam makna Lamban Terpejam di luar zona Berputar dalam jangka Tak sungkan mendera peluang Bengkulu, 18 Desember 2017 - Ayah Bagaimana Jika kita bicara tentang besi tua Berkarat, renta, lusuh, tak kokoh sediakala Besi tua Mengarat di dera hujan panas Tampak urat keringat Bisu jadi abu Kekar jadi lesu Tangguh, seketika layu Siang malam harap senyap Tanpa lapar di pundak besi tua Mengejar nafas di bilik bambu Diluar, umur membabu Renta, lenyap ia kunyah Senyum pilu menatap raut wajah sayu Selembar baju membalut lelah Besi tua bersua pada dunia Keriput di balut senja Malam begitu mempesona Siang bak ranum mawar Dialah Ayah tercinta sibesi tua dari surga 19 Desember 2017 - Siapa Kita? Namamu begitu asing Siapa? Apa kita pernah bertemu di padang gersang Hingga tiada lagi sapa terulang Siapa? Atau perjumpaan di tepi samudera waktu itu Sampai begitu akrab tak saling rindu Seingatku, Tiada temu dan jumpa yang paling mesra Sampai kita saling melupa Kecuali, Perkenalan kita maya, dua-tiga tahun lalu Mungkin. Kau sudah jadi namaku yang samar Bengkulu, 21 Desember 2017 - Pantai Kualo Begini; Biar ku ceritakan kiriman dari sebrang Untuk ikan-ikan di lautan Aku berjalan mengintari tepian sungai Sisi lain tepian samudera Tak ku temukan seroja, pecahan kerang Liat saja Ya, seonggok kesombongan Dari sampah limpahan limbah batu bara Lalu, segala sudut Tak ku temukan permata-permata zambrut Di balik tapak ku temui Tumpukan sampah masih basah Enggan di papah jari-jari mungil Tunggu dulu, ahh!!! Apa mungkin muntahan paus Menepi di pantai usang Lihat saja, jangankan kepiting Kerikil pantai patah hilang menyeruak Apalagi harapan!!? Marahku dalam hati Bengkulu, 28 Desember 2017 - Antarkan Aku Pulang Kawan; Ada seberkas bisu Saling serang dalam diam Yang hilang kepercayaan Lenyap berhadap-hadapan Derap lembah curam, Sekat hulu-hilir diwala yang usang Jalan landai terlena pada niscaya ''Bawa aku pulang'' Bengkulu, 07 Januari 2018 - Sajak Sejuk Sedikit manusia Memandang cemburu Karya Tuhan lebih teduh dari doa Hiasan di setiap zikir Dari manapun memujinya, Ooh, Tuhan segala unsur! Yang mati kau sentuh cinta Apalagi yang senantiasa bercumbu pada nafas; Kata-kataku sedikit rancu memuji Desah nafas berat merabu Muhabbah darimu, Manusia yang mulia Hidup fajar mati senja, Rindu memimpikan-Mu kala petang Bengkulu, 11 Januari 2017 - Haruskah Iqra ''Iqra' biismi rabbikal-ladzii khalaq Bacalah, Dengan nama Tuhanmu yang menjadikan., Ku temukan dalam bait ayat Sedang Muhammad, Bersimbuh bertahun-tahun mencari Di gua Hira yang sesak dan pengap ''Khalaqa-insaana min 'alaq Menjadikan manusia dari segumpal darah. Kisah penciptaan manusia Adam, Bersimbuh kelakar juangkan anak-cucunya Di Surga penuh goda ''Iqra' warabbukal akram Bacalah, dan Tuhan-mu Yang Maha Pemurah. Setiap waktu keluh berdoa Muhammad, Adam menangis rintih Di Dunia fana dan sia-sia Memohon keselamatan hambanya ''Al-ladzii 'allama bil qalam Yang mengajar dengan qalam. Aku, sekali lagi, aku.... Jadikan rahmat bagi kaum Muhammad Bengkulu, 11 Januari 2017 - Senja Memohonkan Dikau Aku pernah cinta denganmu Walau tertatih, Hadirmu jadikan ku lebih dewasa Walau akhirnya pisah di reruntuhan hujan Engkau bisikkan sayup-sayup mimpiku Di persimpangan ini, tiadapun dikau Aku sekarat merangkak Daun gugur, ranting patah tak tumbuh Kita hilang arah Sekalipun tidak Menggugurkanmu dalam doaku Sampai kapanpun dinda Sampai tua berujar tanpamu Sampai renta memejam Ku mau, nisanku berdampingan 13 Januari 2018 - Budi Ajarkan Budi Budi?! Kemari Bapak ajarkan abjad Supaya tidak bejat Nanti Mati Budi Kesini Ibu ajarkan bilangan Agar selalu penyayang Nanti Sampai mati... Ayah. Budi faham Abjad tunas makna Menjadi diri bijaksana Bungkam kesah Ibu. Budi mengerti Bilangan simbol perlawanan Mematri nisan Kembali Abadi *Mengenang wafatnya guru Budi akibat penganiayaan siswanya 13 Februari 2018 - Gurauan Waktu Sesak Dada berdegub kencang Hilang ruang Tanya ku tak usai ''Sial menguap lenyap?'' Pincang ''seiring waktu berjalan'' Haruskah ku sayat nadi Lepas melas, jadi seonggok daging busuk Yang jadi penutup kebohongan Muak bicara pelan Bijaksana pada puan Bosan berdiri paling depan Getir, Saksi keadilan ingin beda rasa Mati, terkesan beda cara Peratapi bendera Tak rupa kasta membelenggu Amarah di nista tuhan tanpa asa Tak satupun manusia ku temui Dalam keadaan berserah diri Kecuali yang ku pandang di sebrang sawahnya Ia terus berkaca pada parit Ketika ku tanya demikian Ia melempar kesan 15 Januari 2018 - Balada Semalam Sayang Ingin ku nikmati mungil tubuh mu Selangkangan bunga kamboja Lekuk dada, rambut-rambut tipis berdawai Leher indah, rona pipi Menggelinjang tersengat Oh, dewi ratus maha anggun Telanjang Mu indah membelai mataku Oh, dupa teduh bernaungi resah Ku cumbu dikau sampai pagi, Ku rengkuh mesra sampai senja Dewangga jadi saksi semalam Mencabikmu desah Seduh bercampur dengan peluh Dewiku Anggun penawar jiwa sepi Tak hengkang mata memandang Biar saja kau kangkang Sampai subuh terlena Di bayang-bayang madu nirwana Bengkulu, 17 Februari 2018 - Pagi o Denny Pandang ku melayang pada nama asing Tak ku kenal, Katanya ia pelopor pujangga baru Pujangganya kata-kata Merenggut setengah hasta lahirnya sastra Denny JA Orang baru yang sok tau Pandai menata berudu Karya bias, syair tabu Kata bias, bait lugu Ketimbang syairku, ia lebih berani Maklum lahirnya lebih dulu dariku Kata beliau Sastra sistem komunikasi rasa, Tau kias ia anggap keras Diksi ia anggap fiksi Metafora ia anggap jenaka semata Sedangkan awampun tau Puisi punya retorika Tak membeli kata jadi politik asa Bengkulu, 22 Januari 2018 - Tak Se-ego Namamu Bukan sesekali mendekapmu dalam diam; Doaku, mendekapmu Langkahku, mendekapmu Gawaiku, mendekapmu Kau terlalu cepat menyimpulkan asa; Hadirku, tiada guna Sapaku, tiada guna Senyumku, tiada guna Lalu, bagaimana bebas terbang tinggi; Jika sayap kau kepakkan batas prasangka 22 Januari 2018 - Menggadai Kasih Satu malam pekat Awan kelam, angin tak bersahabat Ku rangkai pilu Hilang kelang membisu Berai. Sakit tiada kira Mata berbinar Enyah menyapamu Tak pandai ku tahan rindu, menggebu Bersua memandangmu gulita Di reruntuhan hujan Berteduh pada emperan kasih Tiba-tiba asa menyeruak Sepanjang jalan melintas pulang Ku sekat tanpa batas Kau peluk erat Saat jemari saling silang menggenggam Tabu, Tiada kau titipkan seroja lama Kita saling ingkar merajut janji Patah rayu lekas menghujam Hasrat jemawa Tiada daya ku seduh jua Semesra dulu Kala membelai wajah sayu Dingin membalut keras lidahku Kau seroja lupa kasih sayang Di hamparan malaka membentang Hilangan dayung, berenang Menuju tepi Ilhammu Bengkulu, 22 Januari 2018 - Tanpa Rindu Malam rindu Kau indah terlihat Ku usap fotomu yang tinggal satu, Bawa kemanapun pergi sesap dalam raga Bayang mu disini Sebagai sapa penghibur lara Raba mengusap luka Meski kau gadai cinta Iklas senyum pahit menunggu Tanpa akad, tiadalah menggenggam mu Satu pinta, titipkan kasih Jaga utuh pada lubuk hati Jangan pula kau gadaikan namaku Meski tiada kuasa bersedia Cukup senja kita lewati Hujan menghapus luka Teruntai dalam setangkai rasa Tiadapun dikau, Aku hanya bangau yang sesat Sepanjang tepian selat 24 Januari 2018 - Malantang Haruskah lisan ku kunci rapat Diam tiada sapa Ataukah mata ku lipat Lekas lenyap, hilang Begitu membelenggu Hilang arah memandang Ku hempas di kelang Tersapu rindu Pulang kembali Angin mendera ku Enyah, Sesap tiada jalan tertuju Terpaku di persimpangan Menunggu, Waktu tak kunjung senja Bosan fajar lama menghujam Kaku diwala menuduhku Bagai gugur daun Sepanjang musim satu tahun Menunggu di ranting-ranting patah Menjegal hujan resah Tumbuh, patah tunas baru Dikosane mantan, 24 Januari 2018 - Lika Liku Aku Orang asing di sudut bisu Tak kenal dunia baru Keluar rumah tanpa baju Merangkak, kaku Bersemedi di bawah kaki langit Menengadah tanpa arah Kadang bersimpuh pada tanah Menapaki jalan sulit Aku Asing tertatih gundah Tak tau diri siapa Tuhan Acuh mengeluh rapuh Lupa kodrat insan 25 Januari 2018 - NuN Dalam sendiri ku fakirkan ruh Memuji Memadu Pohonkan seraut dosa Agar sesap Hilang Kelang dalam jemari ilahi Di bawah langit malam Maraung Terngiang Memudar lirih dalam bayang Merayu Mendekap Sekap mahabahmu yang bisu 25 Januari 2018 - Horizon Kaki Langit Abdulah, Anak tak di peranakkan Di tinggal mati ibu, Tak tau siapa bapak Mengais sampah di jalanan Kadang jadi babu, Hidup melunta-lunta Sesekali ia mampir kemasjid Mengadu pada ledeng, lepas dahaga Tak jarang bersimpuh teduh di emperan Mengucap sekelebat harap Pada Tuhan yang tak ia kenal Suatu kala Ia mampir kembali Mendongak ke dalam jendela Tangan menjulur mengait lirih Mata awas badan gemetar lara Taunya ia jatuh cinta pada asyifa Segera ia mendekap sekap Memeluk erat wasiat tuhan Niat hati mengenal rahman Setelah itu, timbul pertanyaan; "Apakah mencuri Qur'an di dalam masjid, Tidak timbul hukum apa-apa, di antara ganjaran apa-apa?" Manusia biasa apa jika Tuhan mau apa? Jadilah maka jadilah, Matilah maka matilah Di sana, yang kaya hanya tertawa Sedang aku yang jatuh cinta Menangis fakir dalam fakir Bengkulu, 26 Januari 2018 - Mencintaimu Setengah Windu Januari lekas pergi Menanti kemesraan akal Di hari ketujuh belas Lusa, Setengah windu terpatri Lantas lingkar tanggal Memelas setia Pada cinta fana Tak perlu bijaksana Pada diri birahi Usah sumpah suci Lalu aku gegas merana Seraya kandaskan cinta Kau janjikan seroja, Ku pungut lekas layu Kau ikrarkan setia, Ku genggam lantas pilu Lalu rindu selama purnama Bias saja bagai tanpa sua?? 17 Februari 2014 - 28 Januari 2018 -Nostalgia- " Antara malaka dan sunda kelana, Aku menitip rindu pada merpati bisu Sampaikah padamu sayup doaku? Atau, sudah kau lipat jadi ASA 29 Januari 2018 - Sajak Orang Susah I Terik menyengat ubun-ubun Manusia hilir mudik berhamburan Aku tergopoh melas Meminta tolong rakyat kansas Taunya, Bantu tak ikhlas, bangsat! Buat otak makin rusak saja Tercecer bagai puing kelana Lari Aku bergumam teraniaya..." 05 Februari 2018 - Sajak Orang Susah II Ingin sekali ku sepak Mulutmu sial dan bau Ku sumpal dangkal otak dan fikiran Lagi-lagi, bangsat!! Aku kena tipu muslihat Padahal baru semalam tobat Minta ampun melas pada ilahi Mohon menjauh, sayang Tak kau lihat apa?! Ubun-ubunku tersengat mentari Setengah hari minta-minta pada manusia Oh, sial sekali,! Berdoa seharian penuh Cukup berharga ketimbang menggosok buntut keledai Apalagi minta tekken prosedurisasi bangkai Ah, atau mulutku saja yang ku jejal Supaya mereka terhormati Tidak tersinggung begini 05 Februari 2018 - Detra Bunga seroja Di tepian jenggala Harum merbak menghujam nurani Kaku mendekap bumi Tuhan memelukmu erat Walau kita sekarat menatap Jangan tumbuh lagi seroja ku Cukup dikau Mekar di taman royyan * Mengenang tragedi pembunuhan siswi SMAN 04 Bengkulu Umi Detra; Oktober 1998-Februari 2018 - Ke-aDilan~jutkan Kepada Rakyat Pekerja Indonesia Ingin saya katakan Bahwa kepada nasib kalianlah Munir selalu gelisah dalam hidupnya Itu pula yang dia bawa hingga ke liang lahat! Pada keresahan anak-anakmu Cucu-cucumu yang lugu, Cicit-cicitmu yang lucu, Namun kegalauan cemas kuyu Bahkan aku yang tak kenal kamu, Membelenggu rasa itu Moga kau damai Untuk lekas semayam disisi-NYA Namamu, namaku, adalah nama Tuhan Indah tiada keadilan Rapuh terpendam bisu Selama-nya Fenomena film Dilan_Munir In Memoriam 1965-2004 06 Februari 2018 - Bila Nanti Aku Tak Sempat Aku merestuimu seperti restu Tuhan Sesempat hantar doa mawadah Lekas akad dari maha rahman Terpatri suci idah yang indah Selamat bahagia, sayang Senja mu berdua adalah anugerah Sepanjang fajar menitah kesah Berjalanlah dengan cinta yang tabah Saling meniti kasih-sayang beriringan, *Pernikahan adik angkat Dyan Febriani yang tak sempat ku datangi 07 Februari 2018 - Harusnya Aku Malu Suatu ketika Kala aku lupa Jangan sapa Pukul dengan cinta Bukankah ikhlas? Temu tawa Pisah diantara bahagia Masing-masing Lepas mengembara 10 Februari 2018 - HENING ...........R ..............I ................N .............D ...........U I.......... L............ A............ H......... 13 Februari 2018 - SAJAK KEYBOARD Diatas CTRL+C Di atas zarah Bilangan tak terhitung Metafora CTRL Cipta makna Lembar terhimpun Pada kertas kosong Fayakun!! Ratu Samban, 15 Februari 2018 - Kabur Dari Kubur Ku ziarahi makam-makam imam Di bawah terang bulan Malam sunyi Mencari nama wali Di atas rumput basah Membaca ukiran Pada nisan-nisan tua Mengusap daki tebal mengatup Ada yang alpa dari nama-nama esa Derita semayam di sisi merua Tersedu pilu Sendiri dalam mati Lain sisi Tergelap dalam peti Tanah memeluk erat Pada mayat-mayat sekarat Tlah lama menanti waktu Sangkakala merdeka Mereka, Meminta Munkar-Nakir Memohon terlunta-lunta Menjerit pilu Bebas kembali fana Bersujud tilawah mendekap nama Dari yang maha cipta Setiap hari tanpa jelak Tanpa asih Ilah acuh gemuruh Mencaci maki umur Fulan fasik tak peduli kala hidup Lalu Nikmat manakah yang kau pilih Ruh membalut rangka kau sia-sia Atau Tinggal belulang tak berdaya kau minta-minta Bengkulu, 16 Februari 2018 - Setengah Windu Terakhir Bersama senyap harap Aku meminta Tuhan Memberi arah kaki melekap Di setengah windu terakhir Membatin Syairku terlalu elegi Terlampau cemas tanpa alas Bimbang hilang Kabar terkubur mati Terbentur angka senja Setiaku takut luka Sirna di rengkuh ayumu Hilang pada titik tumpul Di cerca waktu Mengeja ku dalam bayang hilang Oh, Alif Lam Ha Aku mengeja ke-esaan cintamu Pada jengah kesendirian Terlalu fakir mendekapmu Kaku 17 Februari 2018 - Gelisah Cinta yang main-main Atau aku yang main-main? Simpan bayangmu di malam kelam Lepas mendekap Pada sekatup doa yang masih samar Ikat kuat seruas janji Lalu, Kenapa skenario pertemuan Selalu sepahit ini? 17 Februari 2018 - Dibalik Tirai Kampus Menanti kehadiran luka Tercecer lembar kalkir Terparkir, sayup-sayup Hujan februari Meniti kesenduan Tak kunjung lekas Membuai karsa Esa, menatapku kaku Sedang eka, lamban membuai Terbelenggu-Waktu 19 Februari 2018 - Iba Diakhir Zaman Demi masa Tiba sebagai hamba Camar menyeru duduk bersila Membatin pada esa Demi masa Pada akhir zaman Hamba di cela keadaan Terlunta-lunta memohon Dalam diam kesenyapan Dunia yang fana, rapuh Resah makin goyah Di akhir salam, Tuhan menyapa prasangkaku "Akulah Zaman itu. Maka, jangan kau mencela" 23 Februari 2018 - Menatap Keras Pantai Berkas Lelaki seorang diri Menatap tajam sebrang lautan Nampaknya kurang percaya diri Sampai angin menerpa keningnya Sebilah pancing ia tancapkan di tepian Setengah 4 sebelum tergelincir senja di pantai berkas Bergegas menggelinjang tajam , lagi Pada awan-awan kelam menyeringai Ia mengeja arloji berkarat Tiada beban terpasang Di lepas penat Dan, aku, Sulung yang sedang bingung Ingin lepas bersama sesap pantai Muntahkan buih harap Lalu senyap di pelukan senja 27 Februari 2018 - Pertanggal 20 Bimbang di pojok bilik papan; Mirip lapas Diam merenung, berandai Suatu saat namaku terungkap Dari daftar pencarian orang Menyerah dengan ikhlas Di benam lapas nan keras Sekawanan anjing liar seleksi alam Aku, Tak punya kuasa akan takdir Tersangka, korban teraniaya Terkurung rangka halusinasi Tak ikhlas hartanya hilang sia-sia 27 Februari 2018 - Layang-layang, Sayang Terbang saja, Jangan putus Terbang bebas, Jangan lepas Terbang tinggi, Jangan pergi Biar ku tarik ulur hati Supaya kau tak lepas bebas Ku pegang erat dengan tali Agar kau tetap kembali Terbang saja sayang, Jangan lekas pergi Terbang tinggi sayang, Lekas kau kembali Tinggi-tinggi kau terbenam awan Jangan tinggi tak kembali Tinggi-tinggi ku ulur tali Supaya kau tak lupa diri Putus Terombang-ambing lautan angin Dan tak kembali, lalu Jatuh tersangkut pada dahan yang tak pasti 27 februari 2018 - “Hilang Arah” Sesalku pernah genap dalam esa Sesumbar Jalani hari di belantara samudera Tanpa arah kemana berlayar Aku pulang dengan sendu Yang tak habis di hempas badai Bahtera yang terkoyak Terombang-ambing antara selat kekecewaan 10 Maret 2018 - “Anak Malam” Tawa di tangguhkan Mimpi-mimpi sirna Riak riuh di redam Pusaran waktu bias Pada malamnya cerita Kami mendongengkan kesenyapan Tatap kelamnya alam Telusuri mimpi-mimpi mati Domain sastra Yang lahir dari malam kembar Di lukis manusia lugu Doktrin karsa Tumbuh di kemaluan pujangga Bersenggama pada sepi Satu-persatu kami diam Di kubur waktu Dan hidup seribu tahun lagi 14 Maret 2018 - Aku Hilang Arah Asing Sekelilingku Menelan nyaman lautan bias Jenuh menggerutu Diam di rengkuh sepi Khilaf pada jiwa-jiwa jengah Gelisah di sudut layar kaca Pada alur keresahan Di dera rapuh Ia acuh mendekapku Seterusnya begitu Luka sujud menganga Hingga kota menanti kekasih baru 21 Maret 2018 - Melodi Dermaga Di bawah pohon kamboja Pada redup rembulan Sebrang selat jenggalu Dalam kesepian imaji Aku diam di rengkuh sepi Pandang sayu cahaya lentera Pantulan pelabuhan malam Di cibir debur ombak Lama tak bersua pada sepi Aku lupa arti hening Kesenduan sabit cahaya langit Ingin rintik menyapa Mengendap-endap padaku bisu Pasak dilema malam Dalam bayang kejenuhan Mencapai klimaks-nya Ini, Malam minggu sunyi Tanpa tawa ibu Habil Di getir tanah rantau Dermaga Pulau Baii, 24 Maret 2018 - Tangga Kampus Not satu Not dua Namun, Bukan do re mi Aku jenuh Menghitung satu-persatu tangga kampus Taman bermain tetua yang tangguh "Sudah bulan berapa ini?" "Baru bulan tiga" 26 Maret 2018 - Pagi-ku Merah rona di tengah fajar Haus memandangmu, Kaktus di sebrang demikian Ratapnya melas meminta basuhkan embun Pada duri-duri kasih yang hilang Memohonkan doa kepadaku Sendiri terkulai Walau bias 26 Maret 2018 - Kongsi Kematian Mati, Kubur Mati, Kubur Mati, Kubur Mati Tiada lahan Bongkar makam Kubur Mati Tiada biaya Gali samping rumah Kubur Mati Tiada jamaah Imam bayaran Kubur Mati Lahan sengketa Bongkar makam Kubur Padang Betuah, 27 Maret 2018 - Departemen Mimpi Mendakilah tinggi-tinggi Kau liat sebrang kilimanjaro Salju terbentang lugas Di selaput muka bumi Mendakilah jangan gentar Katamu angkasa itu cuma sejengkal? Coba daki muka bumi yang polos ini Percaya atau tidak Nilaimu pada mimpi masih sebatas jari 27 Maret 2018 - Domisili Malas Pagi Dera hujan gerimis Menjeda aktivis Berbincang sebuah alasan untuk menang Babu waktu Berputar di lingkar jamah Mengeja dentingnya Terkulai layu, sayu, dan cundang Kita kaku Karna waktu hanya 24 jam Sedang, alasan untuk belajar Tak pernah demikian 28 Maret 2018 - Balada Hamba Tetua yang bijaksana Pandu aku tua dengan sederhana Rasa syukur meledak-ledak Penuh cita, cipta, dan cinta Maupun ketangguhan menghadapi rinduku Kepadamu, jua kasihmu al-Mahi 27 Maret 2018 - Dilema Penyair Buta Di manapun sepi Aku hanyalah sayap patahmu Hambar ingin kembali Berdiri pada pasak bumi Yang meninggikanku Aku bias di terpa fanatik Menghujam sayup-sayup senda Pada bait hujan nan rindang Kata-kataku adalah kegelisahan Yang semi berkarat Lumpuh Sastra tak lagi menghiburku Sajak rinduku melebur jadi kaku Sepatah kata mulai kelam ku rangkai Bait yang dulu menyatu Kini mulai hilang seiring selera zaman Atau aku yang mulai tua..? 30 Maret 2018 - Janji Sejoli "Kala mencintaiku adalah seni bernafasmu, Jangan nafikkan kerinduan Cukup engkau, Tuhan yang tau Semesta, ku lipat rapat-rapat Andai itu derita, Maka letakkanlah janji terpatri Walau rantai ilusi mengekang Lambat laun terberai ikhlas Percayalah, Ini janji yang keseratus kalinya Aku menghargai kesetianmu, Sayangku 31 Maret 2018 - Aku Sendiri di Padang Senja Rasanya; Seperti memulai dari awal, Ku lipat lembar yang sama Dari debu menjadi debu Sayat sembilu menjadi kalbu Berdaptasi, menyatu pada bumi 06 April 2018 - Alunan Subuh Aku tersadar Alunan takbir subuh Cara bersandarku Pada hari Satu syukur tersungkur Nikmat terjerat Memuja asma-mu ya rahman Aku terjamah Puing-puing hidayah Yang tiada henti singgah pada hati Sedetikpun nafas Ku hempas dalam doa 07 April 2018 - Diantara Luka Sayang, Cinta berhenti pada angan Bilapun aku tau Tiada ku lukis semesta kepadamu Semua hilang perlahan Jangan kembali hadirkan kenang Manusia lemah sepertiku Hanya mengendap pada suatu waktu; Berlatih tertatih 07 April 2018 - ''Tiada Ujar'' Aku menemukannya Pada kota kerdil nan asing Semua ramah meninggalkan Tiadapun terkecuali, dikau Sampai suatu ketika aku melihat-Nya Menyapa Menepi Menebar senyum Tuhan Tiadapun engkau Aku hanyalah ranting rapuh Tanpa sapamu kala itu Aku luruh di rebah keluh Setiap diksi ku persembahkan Adalah kekuatanku merayu Walau kadangkala tabu Inilah kedayaanku memuji Sampai tidak nyawa bersanding Aku masih tetap orang kerdil Yang hanya membual Hingga membuatmu kesal Di mana musim menunggu Meranggas merapuh berganti Yang terus berulang Suatu saat henti Kala tatih bijaksana 'Bersabarlah kekasihku’ Seperti halnya aku Bersabar jadi hambamu 08 April 2018 - "Untuk Bapak Dirumah" Bapak, Ku jual empat tahun waktuku Untuk sebuah skenario, Seperti sia-sia halnya Ijinkan satu-dua tahun lagi Untuk ku persembahkan seribu windu padamu Terniang semesta Menyapa nama keluarga Bapak, Ku senyerukan sebuah mimpi Kurangkai melalui sejumput kesabaran Benar nyata Berputar di padang senja Bapak, Jangan menyerah sebelum aku kalah Tengah ku rangkai jadi sutra Agar kau indah di sisi rahman Bagai permata-permata zamrud 9 April 2018 - "Herman Suryadi" Dari skedar kata-kata, Aku belajar membaca darimu Diksi, Meletakkan pada tegar jemari Bersua lugas pada semesta bias Ku serukan di atas pusara maestro Engkau hadirkan rindu kami Tanpa batas waktu "Selamanya" 11 April 2018 - "Ya Rabb, Aku sedang Sibuk II" Maaf, Tuhan Pukul berapa ini, aku tak tau Aku jenuh luruh Kita mulai berjarak dalam sujud Maaf, Tuhan Waktu tak cukup bermediasi padamu Aku sedang sibuk, jengah Merangkak pada semesta Maaf, Tuhan Waktu tak sampai merindukanmu Dalam jejakku pada fatamorgana Kita sedang berjarak Terlampau singkat dan padat sekat dunia 12 April 2018 - "Kita Kawan Bersamaan" Kala tak sepadan Lepaslah penatmu, penatku Jangan lepas rasa sayang ini Sebagai imbas pada hati yang luka Kita kawan Bukan pengikut yang baik Bukan pemimpin yang baik Kita kawan Aku datang padamu membuka rasa Untuk belajar mencintai Aku menutup hati lainnya Agar tegar menghadapi Sejalan beriringan Bukan sejalan bertentangan Sejalan searah Bukan mencari celah Kututup mata kala jengah Mendengarmu gelisah Diam mereda marah Bersua rindu yang sudah Andai bosan berbicaralah Diam tersenyum pada waktu Menyatukan kita pada masa Sebagai insan di rundung rindu Sampai kepada tua yang damai 14 april 2018 - Sepanjang Pemakaman Akupun tertunduk menyesali firasat Yang tak serta merta ku rasakan selama ini. Seperti halnya fajar yang memberiku permintaan pada subuh Atau pertanyaan yang seketika menghilang ditelan senja Semuanya menjadi bias dan hilang Ya, Sekarang hanya bunga kamboja di sepanjang tanah kuburan Yang segera menjawab pertanyaan dari kekhawatiranku selama ini 14 April 2018 - Sebuah Penebusan Dosa Jatuh aku terjerembab kaku Lemah terkulai dikamar peraduan Menginjak setengah abad dibumi pekat Kini tinggal tulang penantian Format metafora mengeja pada dinding Waktu berdenting mengawasi sisa bersua Satu persatu nafas melantunkan zikir Dua malaikat merayap dipangkuanku Aku lupa janji sakit yang mejamah Aku lupa janji syukur yang tersisa Mata sayu, telinga layu, uban berguguran Gelisah melemahkan jemariku Oh, Tuhan Muhammad Izinkan aku menyulam kafanku Beri daku waktu Melirik taman firdaus 14 April 2018 "Sesekali, pergilah kerumah sakit atau pemakaman. Kita tak tahu kemana akan berlabuh, kecuali setelah mati" - Sajak Ibunda Bersajak aku memuji Karunia keesaanmu Berpijak dibumi pertiwi Berjelaga disepanjang danau Butir embun berpeluh menerpa Wajah ayu kemenakan pertiwi Kala kelabu menyingkap senja Hidup mati disisi tetua Indonesia, Tiada fatwa pun sengketa Kita berdiri dipetuah yang sama Lahir dari takbir semesta 17 April 2018 - merapi merbabu, dari kejauhan ku sematkan asa, rindu yang tak sampai padamu titip semayam dalam doa patah terlena diberai waktu, menunggu " Tak Semestinya" Kita paling depan menyambut fajar Membelai mesra semesta Mengantarkannya kepangkuan segara Tanpa lasah berujar Kita paling peka menyangga luka Anak-anak lena sepanjang jalan Budi Utomo hingga Depati Payung Negara Menjajakan lesapan masa depan Mengais-ngais sisa makan Mondar-mandir minta receh Lantas kita usir enggan Dengan geram mengoceh Senyum lara diretas masa Sepantasnyakah jangat berkeringat Pada pundak kecil mereka Tetes peluh melawat Kita sosial peduli sesama Bukan, sok sial pergi menghina 18 April '18 - Akuilah Aku-Ilah akuilah aku ilah tertatih aku letih menegur tegar namamu akuilah aku ilah tertegun aku bangun medekap bekap cintamu akuilah aku ilah terlunta aku langkah menyembah tabah semu 21 April 2018 - Kemuning Bangkahulu'' Mercusuar dicecar rembulan Bangkal ditepian jenggala Aku diantara derau laut malaka Menanti - Pahlawan Devisaku kita serba salah jadi tenaga kerja Indonesia bukannya jadi pahlawan malah jadi kambing hitam lama kita berinvestasi lama juga kita dijajah padahal, kita sendiri membangun berdiri diatas kedaulatan lama kita berdevisa tersudut dimata petinggi negara padahal, kita menebar nilai sosial bersatu mengurangi pengangguran bukan sebaliknya membalikan kedaulatan ketangan dingin yang asing Bengkulu 26 April 2018 - Surat Terbuka untuk yang taat mencintaiku ku sampaikan surat terbuka untukmu wahai kekasih Allah wahai kekasih Muhammad wahai kekasih ku yang senantiasa bersabar tiadapun selat selat yang kita lalui bukit bukit gambut menghalang serta merta hati kalut menanti aku disini mendoakanmu tegar, sayang usah dengar desir angin sampaikan kabar usah kau sekap badai mendera rasaku tetap bernafas pada cintamu yang sedetikpun patuh mengalir pada nadiku wahai yang terkasih sampaikan salamku pada hatimu cinta yang tak kau tampik jadi abu yang selalu kau agung agungkan pada Tuhan sekalipun aku, doa munajat yang kau lipat dalam taklik aku sebagai sahaya, memintamu menebusku jadi hamba Bengkulu, 27 April 2018 Bahasa yang sama sekali tak ku mengerti adalah bahasa waktu tik tok tik tok itu bukan waktu kring kring kring bukan jua tek tek tek lebih mirip dengan terompah kutatap gugur pohon mahoni ya itu memang waktu kupandang raut keriput benar waktu kulihat uban waktu sedang bahasa sebagai media penggugur dosa tepat pada beranda yang kutulis kata-kata kalibrasi pada lantai-lantai taman ku temukan lesu tanpa gairah diam seolah kalah beradu gugur dedaunan diam diredam mawar kutatap mala tandas berderu aku menyingkir satu hasta didepannya lantas ia bergumam kaku "aku mawar mala, hanya ingin kau guyur" Lelaki berkuda Membawa teras bendera Tepat berdiri ditengah simentri Teguh tegak menanti pagi Ratu Samban, Pantas kau tak pernah kusam Sedang pangeranmu tiada takut usang Tegap menghadap timur Menanti terbit mentari fajar - Kekasihku Yang Lain sesekali aku mengunjungi kediamanmu rona jingga ditepian berkas-jenggalu ada ombak bergulung riak memecah penat kerinduan rimbun awan kelam menyeruak mengusap manja kenangan cukup dua diantara kita berangkat lebih cepat pada sepi lusa, kita bersua diwaktu yang sama jangan lupa kembali.. 30 April 2018 - Malabero langit disebrang terlihat bagai tembikar ombak bersahabat nyiur melambai sapa seolah mengajakku kencan pusaran semesta mendurmakan elegi berbisik pada biduk pembaringan nun jauh dimata engkau dekat dihati senja kelana engkau dikenang mati 30 April 2018 - Terus Terang Kala malam menghantar muhabbah Lakar yang kurangkai Seketika lebur... Ibtidah... Tersemat dayung asaku Jadi sampan padamu berlayar... Selepas badai sampai Kau tiba menjelma Jadi muhibku sepanjang pesisir... Terberai sedu Lantas terang Bengkulu, 03 Mei 2018 - Pasca-Sarjana Bawa aku Hanyut kelautan sepi Pada hening Ku lihat fiksi Tatap terjal liku jalan Sama sebelumnya Berbaur di persimpangan Berkhayal, lena rengkuh diwala Kota ramah menderu Enyah mesra menampikku Aku, terkulai jadi sahaya Budak saudagar kaya Seuntai fatah Merebah kuasa pongah Bodoh tak terarah Tiadalah daya ku strata satu Ilmu tak bias berdusta Walau parokial Kita tetap hamba Bengkulu, 07 mei 2018 - Pada Suatu Waktu Tatap langit Laut lepuh Di terpa ombak Mendekap rengkuh asa Kaku raga Nafas tak sampai Ikat berkelakar Ku lempar pada badai Lusa aku kemari Patri gelombang Satu jadi abu Ablasi Hanyut dan kalut.... Bengkulu, 05 mei 2018
Puisi: KH. Ahmad Mustofa BisriMusic BackgroundIndonesia Pusaka Instrumental DroneBALI by Drone (4k) - Approaching Paradise
Kumpulan Puisi KH. A. Mustofa Bisri - Assalamu’alaikum… selamat pagi, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan di pagi hari ini saya akan mencoba berbagi tentang kumpulan puisi KH. A. Mustofa Bisri. Langsung saja ya…. Kiyai, penyair, novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna baru pada peta perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia kiyai yang bersahaja, bukan kiyai yang ambisius. Ia kiyai pembelajar bagi para ulama dan umat. Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, ini enggan menolak dicalonkan menjadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama dalam Muktamar NU ke-31 28/11-2/12-2004 di Boyolali, Jawa Tengah. KH Achmad Mustofa Bisri, akrab dipanggil Gus Mus, ini mempunyai prinsip harus bisa mengukur diri. Setiap hendak memasuki lembaga apapun, ia selalu terlebih dahulu mengukur diri. Itulah yang dilakoninya ketika Gus Dur mencalonkannya dalam pemilihan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU ke-31 itu. Lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944, dari keluarga santri. Kakeknya, Kyai Mustofa Bisri adalah seorang ulama. Demikian pula ayahnya, KH Bisri Mustofa, yang tahun 1941 mendirikan Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, adalah seorang ulama karismatik termasyur. Ia dididik orang tuanya dengan keras apalagi jika menyangkut prinsip-prinsip agama. Namun, pendidikan dasar dan menengahnya terbilang kacau. Setamat sekolah dasar tahun 1956, ia melanjut ke sekolah tsanawiyah. Baru setahun di tsanawiyah, ia keluar, lalu masuk Pesantren Lirboyo, Kediri selama dua tahun. Kemudian pindah lagi ke Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia diasuh oleh KH Ali Maksum selama hampur tiga tahun. Ia lalu kembali ke Rembang untuk mengaji langsung diasuh ayahnya. KH Ali Maksum dan ayahnya KH Bisri Mustofa adalah guru yang paling banyak mempengaruhi perjalanan hidupnya. Kedua kiyai itu memberikan kebebasan kepada para santri untuk mengembangkan bakat seni. Kemudian tahun 1964, dia dikirim ke Kairo, Mesir, belajar di Universitas Al-Azhar, mengambil jurusan studi keislaman dan bahasa Arab, hingga tamat tahun 1970. Ia satu angkatan dengan KH Abdurrahman Wahid Gus Dur. Menikah dengan Siti Fatimah, ia dikaruniai tujuh orang anak, enam di antaranya perempuan. Anak lelaki satu-satunya adalah si bungsu Mochamad Bisri Mustofa, yang lebih memilih tinggal di Madura dan menjadi santri di sana. Kakek dari empat cucu ini sehari-hari tinggal di lingkungan pondok hanya bersama istri dan anak keenamnya Almas. Setelah abangnya KH Cholil Bisri meninggal dunia, ia sendiri memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, didampingi putra Cholil Bisri. Pondok yang terletak di Desa Leteh, Kecamatan Rembang Kota, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 115 kilometer arah timur Kota Semarang, itu sudah berdiri sejak tahun 1941. Keluarga Mustofa Bisri menempati sebuah rumah kuno wakaf yang tampak sederhana tapi asri, terletak di kawasan pondok. Ia biasa menerima tamu di ruang seluas 5 x 12 meter berkarpet hijau dan berisi satu set kursi tamu rotan yang usang dan sofa cokelat. Ruangan tamu ini sering pula menjadi tempat mengajar santrinya. Di luar kegiatan rutin sebagai ulama, dia juga seorang budayawan, pelukis dan penulis. Dia telah menulis belasan buku fiksi dan nonfiksi. Justru melalui karya budayanyalah, Gus Mus sering kali menunjukkan sikap kritisnya terhadap budaya yang berkembang dalam masyarakat. Tahun 2003, misalnya, ketika goyang ngebor pedangdut Inul Daratista menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, Gus Mus justru memamerkan lukisannya yang berjudul Berdzikir Bersama Inul. Begitulah cara Gus Mus mendorong perbaikan budaya yang berkembang saat itu. Bakat lukis Gus Mus terasah sejak masa remaja, saat mondok di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Ia sering keluyuran ke rumah-rumah pelukis. Salah satunya bertandang ke rumah sang maestro seni lukis Indonesia, Affandi. Ia seringkali menyaksikan langsung bagaimana Affandi melukis. Sehingga setiap kali ada waktu luang, dalam bantinnya sering muncul dorongan menggambar. Saya ambil spidol, pena, atau cat air untuk corat-coret. Tapi kumat-kumatan, kadang-kadang, dan tidak pernah serius, kata Gus Mus, perokok berat yang sehari-hari menghabiskan dua setengah bungkus rokok. Gus Mus, pada akhir tahun 1998, pernah memamerkan sebanyak 99 lukisan amplop, ditambah 10 lukisan bebas dan 15 kaligrafi, digelar di Gedung Pameran Seni Rupa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Kurator seni rupa, Jim Supangkat, menyebutkan, kekuatan ekspresi Mustofa Bisri terdapat pada garis grafis. Kesannya ritmik menuju zikir membuat lukisannya beda dengan kaligrafi. Sebagian besar kaligrafi yang ada terkesan tulisan yang diindah-indahkan, kata Jim Supangkat, memberi apresiasi kepada Gus Mus yang pernah beberapa kali melakukan pameran lukisan. Sedangkan dengan puisi, Gus Mus mulai mengakrabinya saat belajar di Kairo, Mesir. Ketika itu Perhimpunan Pelajar Indonesia di Mesir membikin majalah. Salah satu pengasuh majalah adalah Gus Dur. Setiap kali ada halaman kosong, Mustofa Bisgus musri diminta mengisi dengan puisi-puisi karyanya. Karena Gus Dur juga tahu Mustofa bisa melukis, maka, ia diminta bikin lukisan juga sehingga jadilah coret-coretan, atau kartun, atau apa saja, yang penting ada gambar pengisi halaman kosong. Sejak itu, Mustofa hanya menyimpan puisi karyanya di rak buku. Namun adalah Gus Dur pula yang mengembalikan Gus Mus ke habitat perpuisian. Pada tahun 1987, ketika menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Gus Dur membuat acara Malam Palestina. Salah satu mata acara adalah pembacaan puisi karya para penyair Timur Tengah. Selain pembacaan puisi terjemahan, juga dilakukan pembacaan puisi aslinya. Mustofa, yang fasih berbahasa Arab dan Inggris, mendapat tugas membaca karya penyair Timur Tengah dalam bahasa aslinya. Sejak itulah Gus Mus mulai bergaul dengan para penyair. Sejak Gus Mus tampil di Taman Ismail Marzuki, itu kepenyairannya mulai diperhitungkan di kancah perpuisian nasional. Undangan membaca puisi mengalir dari berbagai kota. Bahkan ia juga diundang ke Malaysia, Irak, Mesir, dan beberapa negara Arab lainnya untuk berdiskusi masalah kesenian dan membaca puisi. Berbagai negeri telah didatangi kyai yang ketika muda pernah punya keinginan aneh, yakni salaman dengan Menteri Agama dan menyampaikan salam dari orang-orang di kampungnya. Untuk maksud tersebut ia berkali-kali datang ke kantor sang menteri. Datang pertama kali, ditolak, kedua kali juga ditolak. Setelah satu bulan, ia diizinkan ketemu menteri walau hanya tiga menit. Kyai bertubuh kurus berkacamata minus ini telah melahirkan ratusan sajak yang dihimpun dalam lima buku kumpulan puisi Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem 1988, Tadarus Antologi Puisi 1990, Pahlawan dan Tikus 1993, Rubaiyat Angin dan Rumput 1994, dan Wekwekwek 1995. Selain itu ia juga menulis prosa yang dihimpun dalam buku Nyamuk Yang Perkasa dan Awas Manusia 1990. Sebagai cendekiawan muslim, Gus Mus mengamalkan ilmu yang didapat dengan cara menulis beberapa buku keagamaan. Ia termasuk produktif menulis buku yang berbeda dengan buku para kyai di pesantren. Tahun 1979, ia bersama KH M. Sahal Mahfudz menerjemahkan buku ensiklopedia ijmak. Ia juga menyusun buku tasawuf berjudul Proses Kebahagiaan 1981. Selain itu, ia menyusun tiga buku tentang fikih yakni Pokok-Pokok Agama 1985, Saleh Ritual, Saleh Sosial 1990, dan Pesan Islam Sehari-hari 1992. Ia lalu menerbitkan buku tentang humor dan esai, Doaku untuk Indonesia? dan Ha Ha Hi Hi Anak Indonesia. Buku yang berisi kumpulan humor sejak zaman Rasullah dan cerita-cerita lucu Indonesia. Menulis kolom di media massa sudah dimulainya sejak muda. Awalnya, hatinya panas jika tulisan kakaknya, Cholil Bisri, dimuat media koran lokal dan guntingan korannya ditempel di tembok. Ia pun tergerak untuk menulis. Jika dimuat, guntingan korannya ditempel menutupi guntingan tulisan sang kakak. Gus Mus juga rajin membuat catatan harian. Seperti kebanyakan kyai lainnya, Mustofa banyak menghabiskan waktu untuk aktif berorganisasi, seperti di NU. Tahun 1970, sepulang belajar dari Mesir, ia menjadi salah satu pengurus NU Cabang Kabupaten Rembang. Kemudian, tahun 1977, ia menduduki jabatan Mustasyar, semacam Dewan Penasihat NU Wilayah Jawa Tengah. Pada Muktamar NU di Cipasung, Jawa Barat, tahun 1994, ia dipercaya menjadi Rais Syuriah PB NU. STASIUN kereta rinduku datang menderu gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu membuatku semakin merasa terburu-buru tak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemu sudah kubersih-bersihkan diriku sudah kupatut-patutkan penampilanku tetap saja dada digalau rindu sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu tapi sekejap terlena stasiun persinggahan pun berlalu meninggalkanku sendiri lagi termangu GELISAHKU gelisahku adalah gelisah purba adam yang harus pergi mengembara tanpa diberitahu kapan akan kembali bukan sorga benar yang kusesali karena harus kutinggalkan namun ngungunku mengapa kau tinggalkan aku sendiri sesalku karena aku mengabaikan kasihmu yang agung dan dalam kembaraku di mana kuperoleh lagi kasih sepersejuta saja kasihmu jauh darimu semakin mendekatkanku kepadamu cukup sekali, kekasih tak lagi, tak lagi sejenak pun aku berpaling biarlah gelisahku jadi dzikirku Jakarta, 2002 SUJUD Bagaimana kau hendak bersujud pasrah sedang wajahmu yang bersih sumringah keningmu yang mulia dan indah begitu pongah minta sajadah agar tak menyentuh tanah. Apakah kau melihatnya seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu dengan congkak, tanah hanya patut diinjak, tempat kencing dan berak membuang ludah dan dahak atau paling jauh hanya jadi lahan pemanjaan nafsu serakah dan tamak. Apakah kau lupa bahwa tanah adalah bapak dari mana ibumu dilahirkan, tanah adalah ibu yang menyusuimu dan memberi makan tanah adalah kawan yang memelukmu dalam kesendirian dalam perjalanan panjang menuju keabadian. Singkirkan saja sajadah mahalmu ratakan keningmu, ratakan heningmu, tanahkan wajahmu, pasrahkan jiwamu, biarlah rahmat agung Allah membelai dan terbanglah kekasih BAGI MU Bagimu kutancapkan kening kebanggaanku pada rendah tanah, telah kuamankan sedapat mungkin maniku, kuselamat-selamatkan Islamku kini dengan segala milikMu ini kuserahkan kepadaMu Allah terimalah. Kepala bergengsi yang terhormat ini dengan kedua mata yang mampu menangkap gerak-gerik dunia, kedua telinga yang dapat menyadap kersik-kersik berita, hidung yang bisa mencium wangi parfum hingga borok manusia, mulut yang sanggup menyulap kebohongan jadi kebenaran seperti yang lain hanyalah sepersekian percik tetes anugrahMu. Alangkah amat mudahnya Engkau melumatnya Allah, sekali Engkau lumat terbanglah cerdikku, terbanglah gengsiku terbanglah kehormatanku, terbanglah kegagahanku, terbanglah kebanggaanku, terbanglah mimpiku, terbanglah hidupku. Allah, jika terbang-terbanglah, sekarangpun aku pasrah, asal menuju haribaan rahmatMu. DI ARAFAH Terlentang aku seenaknya dalam pelukan bukit-bukit batu bertenda langit biru, seorang anak entah berkebangsaan apa mengikuti anak mataku dan dalam isyarat bertanya-tanya kapan Tuhan turun? Aku tersenyum. Setan mengira dapat mengendarai matahari, mengusik khusukku apa tak melihat ratusan ribu hati putih menggetarkan bibir, melepas dzikir, menjagamu dari jutaan milyar malaikat menyiramkan berkat. Kulihat diriku terapung-apung dalam nikmat dan sianak entah berkebangsaan apa seperti melihat arak-arakan karnaval menari-nari dengan riangnya. Terlentang aku satu diantara jutaan tumpukan dosa yang mencoba menindih, akankah kiranya bertahan dari banjir air mata penyesalan massal ini Gunung-gunung batu menirukan tasbih kami, pasir menghitung wirid kami dan sianak yang aku tak tahu berkebangsaan apa tertidur dipangkuanku pulas sekali KAUM BERAGAMA NEGRI INI Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini mereka tak mau kalah dengan kaum beragama lain di negeri-negeri lain. Demi mendapatkan ridhomu mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka untuk merebut tempat terdekat disisiMu mereka bahkan tega menyodok dan menikam hamba-hambaMu sendiri demi memperoleh RahmatmMu mereka memaafkan kesalahan dan mendiamkan kemungkaran bahkan mendukung kelaliman Untuk membuktikan keluhuran budi mereka, terhadap setanpun mereka tak pernah berburuk sangka Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini mereka terus membuatkanmu rumah-rumah mewah di antara gedung-gedung kota hingga di tengah-tengah sawah dengan kubah-kubah megah dan menara-menara menjulang untuk meneriakkan namaMu menambah segan dan keder hamba-hamba kecilMu yang ingin sowan kepadaMu. NamaMu mereka nyanyikan dalam acara hiburan hingga pesta agung kenegaraan. Mereka merasa begitu dekat denganMu hingga masing-masing merasa berhak mewakiliMu. Yang memiliki kelebihan harta membuktikan kedekatannya dengan harta yang Engkau berikan Yang memiliki kelebihan kekuasaan membuktikan kedekatannya dengan kekuasaannya yang Engkau limpahkan. Yang memiliki kelebihan ilmu membuktikan kedekatannya dengan ilmu yang Engkau karuniakan. Mereka yang engkau anugerahi kekuatan sering kali bahkan merasa diri Engkau sendiri Mereka bukan saja ikut menentukan ibadah tetapi juga menetapkan siapa ke sorga siapa ke neraka. Mereka sakralkan pendapat mereka dan mereka akbarkan semua yang mereka lakukan hingga takbir dan ikrar mereka yang kosong bagai perut bedug. Allah hu akbar walilla ilham. Rembang – menjelang Idul Adha 1418 / 1998 DI PELATARAN AGUNG MU NAN LAPANG Di pelataran agungMu nan lapang kawanan burung merpati sesekali sempat memunguti butir-butir bebijian yang Engkau tebarkan lalu terbang lagi menggores-gores biru langit melukis puja-puji yang hening Di pelataran agungMu nan lapang aku setitik noda setahi burung merpati menempel pada pekat gumpalan yang menyeret warna bias kelabu berputaran mengatur melaju luluh dalam gemuruh talbiah, takbir dan tahmit Dikejar dosa-dosa dalam kerumuman dosa ada sebaris doa siap kuucapkan lepas terhanyut air mata tersangkut di kiswah nan hitam Di pelataran agungMu nan lapang aku titik-titik tahi merpati menggumpal dalam titik noda berputaran, mengabur, melaju, luluh dalam gemuruh talbiah, takbir dan tahmit mengejar ampunan dalam lautan ampunan terpelanting dalam qouf dan roja. IBU Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamu Sekian lama Kaulah kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa Kaulah bumi yang tergelar lembut bagiku melepas lelah dan nestapa gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam mata air yang tak brenti mengalir membasahi dahagaku telaga tempatku bermain berenang dan menyelam Kaulah, ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku Kaulah, ibu, mentari dan rembulan yang mengawal perjalananku mencari jejak sorga di telapak kakimu Tuhan, aku bersaksi ibuku telah melaksanakan amantMu menyampaikan kasihsayangMu maka kasihilah ibuku seperti Kau mengasihi kekasih-kekasihMu Amin. 1414 NAZAR IBU DI KARBALA pantulan mentari senja dari kubah keemasan mesjid dan makam sang cucu nabi makin melembut pada genangan airmata ibu tua bergulir-gulir berkilat-kilat seolah dijaga pelupuk agar tak jatuh indah warnanya menghibur bocah berkaki satu dalam gendongannya tapi jatuh juga akhirnya manik-manik bening berkilauan menitik pecah pada pipi manis kemerahan puteranya “ibu menangis ya, kenapa?” meski kehilangan satu kaki bukankah ananda selamat kini seperti yang ibu pinta?” “airmata bahagia, anakku kerna permohonan kita dikabulkan kita ziarah kemari hari ini memenuhi nazar ibumu.” cahaya lembut masih memantul-mantul dari kedua matanya ketika sang ibu tiba-tiba brenti berdiri tegak di pintu makam menggumamkan salam “assalamu alaika ya sibtha rasulillah salam bagimu, wahai cucu rasul salam bagimu, wahai permata zahra.” lalu dengan permatanya sendiri dalam gendongannya hati-hati maju selangkah-selangkah menyibak para peziarah yang begitu meriah disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat membisik munajat “terimakasih, tuhanku dalam galau perang yang tak menentu engkau hanya mengujiku sebatas ketahananku engkau hanya mengambil suami gubuk kami dan sebelah kaki anakku tak seberapa dibanding cobamu terhadap cucu rasulmu ini engkau masih menjaga kejernihan pikiran dan kebeningan hati tuhan, kalau aku boleh meminta ganti gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku dengan kepasrahan yang utuh dan semangat yang penuh untuk terus melangkah pada jalan lurusmu dan sadarkanlah manusia agar tak terus menumpahkan darah mereka sendiri sia-sia tuhan, inilah nazarku terimalah.” Karbala, 1409 CINTA IBU Seorang ibu mendekap anaknya yang durhaka saat sekarat airmatanya menetes-netes di wajah yang gelap dan pucat anaknya yang sejak di rahim diharap- harapkan menjadi cahaya setidaknya dalam dirinya dan berkata anakku jangan risaukan dosa- dosamu kepadaku sebutlah namaNya, sebutlah namaNya. Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur dan darah terdengar desis mirip upaya sia-sia sebelum semuanya terpaku kaku. 2000 KAU INI BAGAIMANA ATAU AKU HARUS BAGAI MANA Kau ini bagaimana? Kau bilang Aku merdeka, Kau memilihkan untukku segalanya Kau suruh Aku berpikir, Aku berpikir Kau tuduh Aku kapir Aku harus bagaimana? Kau bilang bergeraklah, Aku bergerak Kau curigai Kau bilang jangan banyak tingkah, Aku diam saja Kau waspadai Kau ini bagaimana? Kau suruh Aku pegang prinsip, Aku memegang prinsip Kau tuduh Aku kaku Kau suruh Aku toleran Kau bilang Aku plin-plan Aku harus bagaimana? Aku Kau suruh maju, Aku maju Kau srimpung kakiku Kau suruh Aku bekerja, Aku bekerja Kau ganggu Aku Kau ini bagaimana? Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya Aku Kau suruh berdisiplin, Kau menyontohkan yang lain Aku harus bagaimana? Kau bilang Tuhan sangat dekat, Kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara tiap saat Kau bilang Kau suka damai, Kau ajak Aku setiap hari bertikai Aku harus bagaimana? Aku Kau suruh membangun, Aku membangun Kau merusaknya Aku Kau suruh menabung, Aku menabung Kau menghabiskannya Kau ini bagaimana? Kau suruh Aku menggarap sawah, sawahku Kau tanami rumah-rumah Kau bilang Aku harus punya rumah, Aku punya rumah Kau meratakannya dengan tanah Kau ini bagaimana? Aku Kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi Aku Kau suruh bertanggung jawab, Kau sendiri terus berucap Wallahu a’lam bissawab Kau ini bagaimana? Kau suruh Aku jujur, Aku jujur Kau tipu Aku Kau suruh Aku sabar, Aku sabar Kau injak tengkukku Aku harus bagaimana? Aku Kau suruh memliihmu sebagai wakilmu, sudah kupilih Kau bertindak semaumu Kau bilang Kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja Kau merasa terganggu Kau ini bagaimana? Kau bilang bicaralah, Aku bicara Kau bilang Aku ceriwis Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam Kau tuduh Aku apatis Aku harus bagaimana? Aku harus bagaimana? Kau bilang kritiklah, Aku kritik Kau marah Kau bilang cari alternatifnya, Aku kasih alternatif Kau bilang jangan mendikte saja Kau ini bagaimana? Aku bilang terserah Kau, Kau tidak mau Aku bilang terserah kita, Kau tak suka Aku bilang terserah Aku, Kau memakiku Kau ini bagaimana? Aku harus bagaimana? 1987 NEGERI KEKELUARGAAN meski kalian tidak bersaksi sejarah pasti akan mencatat dengan huruf-huruf besar bukan karena inilah negeri bagai zamrud yang amat indah bukan karena inilah negeri dengan kekayaan yang melimpah dan rakyat paling ramah tapi karena kalian telah membuatnya menjadi negeri paling unik di dunia kalian buat norma-norma sendiri yang unik aturan-aturan sendiri yang unik perilaku-perilaku sosial sendiri yang unik budaya yang lain dari yang lain kalian buat bangsa negeri ini tampil beda dari bangsa-bangsa lain di muka bumi kehidupan penuh makna kekeluargaan yang harmonis, seragam dan serasi dengan demokrasi keluarga yang manis, rukun dan damai dalam sistem negeri kekeluargaan bapak sebagai kepala rumahtangga memimpin dan mengatur segalanya sampai akhir hayatnya bagi kepentingan keluarganya kepentingan keluarga adalah kepentingan semua kepentingan keluarga adalah kepentingan bangsa dan negara keluarga harus sejahtera dan semua harus mensejahterakan keluarga demi kesejahteraan dan kemakmuran keluarga kepala keluarga nerhak menentukan sispa-siapa termasuk keluarga berhak memutuskan dan membatalkan keputusan berhak mengatasnamakan siapa saja berhak mengumumkan dan menyembunyikan apa saja kepala keluarga demi keluarga berhak atas laut dan dan udara berhak atas air dan tanah berhak atas sawah dan ladang berhak atas hutan dan padang berhak atas manuasia dan binatang sejarah pasti akan menulis dengan huruf-huruf besar bahwa di suatu kurun waktu yang lama pernah ada negeri kekeluargaan yang sukses membina dan mempertahankan kemakmuran dan kebahagiaan keluarga 1997 NEGERI TEKA TEKI jangan tanya, tebak saja jangan tanya apa jangan tanya siapa jangan tanya mengapa tebak saja jangan tanya apa yang terjadi apalagi apa yang ada di balik kejadian karena disini yang ada memang hanya kotak-kotak teka-teki silang dan daftar pertanyaan-pertanyaan jangan tanya mengapa yang disana dimanjakan yang disini dihinakan, tebak saja jangan tanya siapa membunuh buruh dan wartawan siapa merenggut nyawa yang dimuliakan Tuhan jangan tanya mengapa, tebak saja jangan tanya mengapa yang disini selalu dibenarkan yang disana selalu disalahkan tebak saja jangan tanya siapa membakar hutan dan emosi rakyat siapa melindungi penjahat keparat jangan tanya mengapa, tebak saja jangan tanya mengapa setiap kali terjadi kekeliruan pertanggungjawabannya tak karuan tebak saja jangan tanya siapa beternak kambing hitam untuk setiap kali dikorbankan tebak saja jangan tanya siapa membungkam kebenaran dan menyembunyikan fakta siapa menyuburkan kemunafikan dan dusta jangan tanya mengapa tebak saja jangan tanya siapa jangan tanya mengapa jangan tanya apa-apa tebak saja Rembang – Oktober 1997 SAJAK ATAS NAMA ada yang atas nama Tuhan melecehkan Tuhan ada yang atas nama negara merampok negara ada yang atas nama rakyat menindas rakyat ada yang atas nama kemanusiaan memangsa manusia ada yang atas nama keadilan meruntuhkan keadilan ada yang atas nama persatuan merusak persatuan ada yang atas nama perdamaian mengusik kedamaian ada yang atas nama kemerdekaan memasung kemerdekaan maka atas nama apa saja atau siapa saja kirimkanlah laknat kalian atau atas nama Ku perangilah mereka dengan kasihsayang Rembang – Agustus 1997 REFORMASI TERUS MELAJU api terus melalap kota dan hutan bayi-bayi terus dikabarkan dibuang sembarangan demam berdarah terus meminta korban aktivis-aktivis terus dikabarkan hilang perusahaan-perusahaan besar terus dibingungkan utang menteri-menteri terus bernegosiasi dengan para pemilik piutang bank-bank terus deg-degan petinggi-petinggi negeri terus berusaha meyakinkan negara-negara donor terus mempertimbangkan bantuan ibu-ibu rumah tangga terus mengeluhkan harga bahan-bahan toko-toko yang pintunya tak pro reformasi terus jadi sasaran penjarahan korupsi, kolusi dan nepotisme terus menjadi pembicaraan pengamat terus mengkritik dan mempertanyakan pakar-pakar terus berteori mahasiswa terus berdemonstrasi abri terus berjaga-jaga politisi-politisi terus memasang kuda-kuda ulama dan umara terus beristighatsah dan berdoa modal dan moral terus terkikis sembako dan kepercayaan terus menipis harga-harga terus naik rupiah yang dicintai terus melemah orsospol-orsospol terus bengong wakil-wakil rakyat terus tampak bloon padahal pak harto sudah lengser keprabon reformasi terus melaju Rembang – 1998 TEKA TEKI binatang apa kira-kira yang hendak membangun istana untuk kita semua ? 1998 AKHIRNYA akhirnya api keserakahan kalian membakar hutan belukar dan dendam asapnya menyesakkan napas berjuta-juta manuasia memedihkan mata mereka akhirnya kalian harus memetik hasil dari apa yang kalian ajarkan ribuan orang kini telah pandai meniru kalian menjarah apa saja yang tersisa dari sehabis jarahan kalian beberapa tokoh sudah pandai meniru kalian menyembunyikan gombal kepentingan dalam retorika yang dimanis-maniskan akhirnya kalian harus membayar kemerdekaan dan kedamaian yang selama ini kalian curi dari kami kepercayaan yang selama ini kalian lecehkan 1998 KEMBALIKAN MAKNA PANCASILA selama ini di depan kami terus kalian singkat-singkat pancasila karena kalian takut ketauan sila-sila yang kalian maksud sila-sila yang kalian anut tidak sebagaimana yang kalian tatarkan kepentingan-kepentingan sempit sesaat telah terlalu jauh menyeret kalian maka pancasila kalian pun selama ini adalah KESETANAN YANG MAHA PERKASA KEBINATANGAN YANG DEGIL DAN BIADAB PERSETERUAN INDONESIA KEKUASAAN YANG DIPIMPIN OLEH MIKMAT KEPENTINGAN DALAM KEKERABATAN / PERKAWANAN KELALIMAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA dan sorga kamipun menjadi neraka di depan dunia ibu pertiwi menangis memilukan merahputihnya di cabik-cabik anak-anaknya sendiri bagai serigala menjarah dan memperkosanya o, gusti kebiadaban apa ini ? o, azab apa ini ? gusti, sampai memohon ampun kepada Mu pun kami tak berani lagi 1998 KINILAH SAATNYA BERTERUS TERANG setelah sekian lama kita dihimpit gelap kabut ditindih rasa takut setelah sekian lama kita digoncang deru angin setelah semua kata-kata hanya menggumpal dalam dada setelah semua merasa lara kinilah saatnya berterus terang jangan tutupi kebenaran agar dunia tetap terang jangan tutupi kesalahan biar dada tetap lapang kinilah saatnya berterus terang jangan biarkan rasa takut membuatmu menjadi munafik dan pengecut cahaya kebenaran telah datang kinilah saatnya berterus terang marilah kita bicara laiknya saudara jangan lagi kita biarkan kepentingan merekayasa kita menyumbat makna tumpukan kata menyuburkan dendam tumpukan keluhan meledakkan dada dan akhirnya dendam membakar segalanya kinilah saatnya berterus terang setelah sekian lama kita saling terkam bagai serigala masihkah tersisa kemanusiaan kita ? setelah sekian lama kebencian antara kita membara masihkan kita bersaudara ? 1998 GELOMBANG GELAP gelombang gelap menyapu negeriku memedihkan mata dan hatiku siapa kalian menggiring gelap atas panorama bumiku yang elok gemerlap ? kenikmatan apa yang kalian cari maka segala milik kami kalian curi hingga secercah harapan yang tersisa pada kami ? kalian bakar hutan dan dendam hingga kobarannya sampai kini tak kunjung padam gelombang gelap menyapu negeriku mengacaukan akal sehat orang-orang waras menghentikan kesibukan kerja para pekerja merusuhkan belaian kasih sayang para penyayang menjauhkan keakraban saudara dengan saudara mengganggu keasyikan bermain bocah-bocah mengusik kekhusukan para mukmin beribadah gelombang gelap menyapu negeriku Tuhan, ampunilah kami yang tanpa sadar ikut memperpekat gelap yang mereka giring kemari dan datanglah kembali dengan maha cahya Mu 1998 TAHTA tahta dan singgasana tempatnya di istana uang dan emas tempatnya di brankas rumah dan sawah tempatnya di tanah padi dan jagung tempatnya di lumbung ternak dan kuda tunggang tempatnya di kandang barang-barang tempatnya di gudang jangan ditempatkan di hari ! DI LUAR HENING LANGIT di luar hening langit meredam ronta tangisku atas kehidupan penuh dendam ketika nurani menagih janji ketika kemerdekaan menuntut tanggung jawab pada kekuasaan yang membantai kemanusiaan pada kepemimpinan yang menyia-nyiakan kesetiaan pada kekuatan yang memanfaatkan kesabaran pada keserakahan yang menghina keadilan ternyata angkara masih saja ikut bicara o, hening langit beri kami keindahan bulanmu untuk menghias batin kami beri kami cerah mentarimu untuk mengusir awan gelap pikiran kami beri kami hening bintang-bintang mu untuk menerbitkan kearifan diri kami o, hening langit ajarilah kami meredam dendam agar keadilan dan kebenaran sendiri tegak bagai takdir yang tak tertolak amin 1418 DOA kami tak berani menatap langit bumi yang terbaring terus mengerang menghisap air mata kami tapi tak menghilangkan, sayang bahkan menambah dahaga SELAMA INI DI NEGERIMU selama ini di negerimu manuasia tak punya tempat kecuali di pinggir-pinggir sejarah yang mampat inilah negeri paling aneh dimana keserakahan dimapankan kekuasaan dikerucutkan kemunafikan dibudayakan telinga-telinga disumbat harta dan martabat mulut-mulut dibungkam iming-iming dan ancaman orang-orang penting yang berpesta setiap hari membiarkan leher-leher mereka dijerat dasi agar hanya bisa mengangguk dengan tegas berpose dengan gagah di depan kamera otomatis yang gagu inilah negeri paling aneh negeri adiluhung yang mengimpor majikan asing dan sampah negeri berbudaya yang mengekspor babu-babu dan asap negeri yang sangat sukses menernakkan kambing hitam dan tikus-tikus negeri yang akngkuh dengan utang-utang yang tak terbayar negeri teka-teki penuh misteri selama ini di negeri mu kebenaran ditaklukkan oleh rasa takut dan ambisi keadilan ditundukkan oleh kekuasaan dan kepentingan nurani dilumpuhkan oleh nafsu dan angkara selama ini di negeri mu manusia hanya bisa mengintip masalahnya dibicarakan menghabiskan anggaran oleh entah siapa yang hanya berkepentingan terhadap anggaran dan dirinya sendiri selama ini di negeri mu anginpun menjadi badai matahari bersembunyi bulan dan bintang tenggelam burung-burung mati bunga-bunga layu sebelum berkembang dan tembang menjadi sumbang puisi menjadi tak indah lagi yang tersisa tinggal doa dalam rintihan mereka yang tersia-sia dan teraniaya untunglah Allah Yang Maha Tahu masih berkenan memberi waktu kepadamu untuk memperbaiki negerimu dari kampus-kampusmu yang terkucil Ia mengirim burung-burung ababil menghujani segala yang batil dengan batu-batu membakar dari sijjil dan pasukan bergajah abradah kerdil bagai daun-daun dimakan ulat beruntuhan menggigil di negeri mu kini telah menyingsing fajar peradaban baru jangan tunggu, ambil posisi mu proklamasikan kembali kemerdekaan negeri mu Rembang, 1998 JADI APA LAGI jadi apa lagi yang bisa kita lakukan bila mata sengaja dipejamkan telinga sengaja ditulikan nurani mati rasa ? apalagi yang bisa kita lakukan bila kepentingan lepas dari kendali hak lepas dari tanggung jawab perilaku lepas dari rasa malu pergaulan lepas dari persaudaraan akal lepas dari budi ? apalagi yang bisa kita lakukan bila pernyataan lepas dari kenyataan janji lepas dari bukti hukum lepas dari keadilan kebijakan kepas dari kebijaksanaan kekuasaan lepas dari koreksi ? apalagi yang bisa kita lakukan bila kata kehilangan makna kehidupan kehilangan sukma manusia kehilangan kemanusiaannya agama kehilangan Tuhan nya ? apalagi, saudara yang bisa kita lakukan ? Allah, kalau saja itu semua bukan kemurkaan dari Mu terhadap kami kami tak peduli Rembang, awal Dzulhijjah 1418 / 1998 RASANYA BARU KEMARIN Versi VI rasanya baru kemarin bung karno dan bung hatta atas nama kita menyiarkan dengan seksama kemerdekaan kita di hadapan dunia rasanya gaung pekik merdeka kita masih memantul-mantul tidak hanya dari mulut-mulut jurkam pdi saja rasanya baru kemarin padahal sudah lima puluh tiga tahun lamanya pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia sudah banyak yang tiada penerus-penerusnya sudah banyak yang berkuasa atau berusaha tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa taruna-taruna sudah banyak yang jadi petinggi negeri mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi sudah banyak yang jadi menteri rasanya baru kemarin padahal sudah lebih setengah abad lamanya negara sudah semakin kuat rakyat sudah semakin terdaulat pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak yang tak kunjung maju anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya rasanya baru kemarin padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka kemajuan sudah menyeret dan mengurai pelukan kasih banyak ibu-bapa dari anak-anak kandung mereka kemakmuran duniawi sudah menutup mata banyak saudara terhadap saudaranya daging sudah lebih tinggi harganya dibanding ruh dan jiwa tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya dari bendera merah putih dan lambang garuda pejuang marsinah sudah berkali-kali kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar preman-preman sejati sudah berkali-kali diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar rasanya baru kemarin padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka pahlawan-pahlawan idola bangsa seperti diponegoro imam bonjol dan sisingamangaraja sudah dikalahkan oleh ksatria baja hitam dan kura-kura ninja banyak orang pandai sudah semakin linglung banyak orang bodoh sudah semakin bingung banyak orang kaya sudah semakin kekurangan banyak orang miskin sudah semakin kecurangan rasanya baru kemarin banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat banyak pejabat sudah semakin erat dengan konglomerat banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat hari ini ingin rasanya aku bertanya kepada mereka semua sudahkah kalian benar-benar merdeka ? rasanya baru kemarin tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam rasanya baru kemarin negeri zamrud katulistiwaku yang manis sudah terbakar habis dilalap krisis demi krisis mereka yang kemarin menikmati pembangunan sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri sudah meninggalkan utang dan lari mencari selamat sendiri rasanya baru kemarin padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka mahasiswa-mahasiswa penjaga nurani sudah kembali mendobrak tirani para oportunis pun mulai bertampilan berebut menjadi pahlawan politisi-politisi pensiunan sudah bangkit kembali partai-partai politik sudah bermunculan dalam reinkarnasi rasanya baru kemarin tokoh-tokoh orde lama sudah banyak yang mulai menjelma tokoh-tokoh orde baru sudah banyak yang mulai menyaru rasanya baru kemarin pak harto sudah tidak menjadi tuhan lagi bayang-bayangnya sudah berani persi sendiri mester habibie sudah memberanikan diri menjadi presiden transisi bung harmoko sudah tak lagi mengikuti petunjuk dan mendominasi televisi gus dur muali siap madeg pandita ustadz amin rais sudah siap jadi sang nata mbak mega sudah mulai agak lega mas surjadi sudah mulai jaga-jaga hari ini rasanya aku bertanya kepada mereka semua bagaimana rasanya merdeka rasanya baru kemarin padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka para jendral dan pejabat sudah saling mengadili para reformis dan masyarakat sudah nyaris tak terkendali mereka kemarin yang dijarah sudah mulai pandai meniru menjarah mereka yang perlu direformasi sudah mulai fasih meneriakkan reformasi mereka yang kemarin dipaksa-paksa sudah mulai berani mencoba memaksa mereka yang kemarin dipojokkan sudah mulai belajar memojokkan rasanya baru kemarin orangtuaku sudah lama pergi bertapa anak-anakku sudah pergi berkelana kakakku sudah menjadi politikus aku sendiri sudah menjadi tikus hari ini setelah lima puluh tiga tahun kita merdeka ingin rasanya aku mengajak kembali mereka semua yang kucinta untuk mensyukuri lebih dalam lagi rahmat kemerdekaan ini dengan mereformasi dan meretas belenggu tirani diri sendiri bagi merahmati sesama rasanya baru kemarin ternyata sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka ingin rasanya aku sekali lagi menguak angkasa dengan pekik yang lebih perkasa merdeka ! 8 Agustus 1998 CINTAMU bukankah aku sudah mengatakan kepadamu kemarilah rengkuh aku dengan sepenuh jiwamu datanglah aku akan berlari menyambutmu tapi kau terus sibuk dengan dirimu kalaupun datang kau hanya menciumi pintu rumahku tanpa meski sekedar melongokku kau hanya membayangkan dan menggambarkan diriku lalu kau rayu aku dari kejauhan kau merayu dan memujaku bukan untuk mendapatkan cintaku tapi sekedar memuaskan egomu kau memarahi mereka yang berusaha mendekatiku seolah olah aku sudah menjadi kekasihmu apakah karena kau cemburu buta atau takut mereka lebih tulus mencintaiku Pulanglah ke dirimuaku tak kemana mana BILA KUTITIPKAN Bila kutitipkan dukaku pada langit Pastilah langit memanggil mendung Bila kutitipkan resahku pada angin Pastilah angin menyeru badai Bila kutitipkan geramku pada laut Pastilah laut menggiring gelombang Bila kutitipkan dendamku pada gunung Pastilah gunung meluapkan api. Tapi Kan kusimpan sendiri mendung dukaku Dalam langit dadaku Kusimpan sendiri badai resahku Dalam angin desahku Kusimpan sendiri gelombang geramku Dalam laut pahamku Kusimpan sendiri. Demikian postingan kali ini, semoga bisa bermanfaat bagi yang sedang mencari kumpulan puisi KH. A. Mustofa Bisri. Wassalamu’alaikum…. Dari berbagai sumber.
jMyl7g8.